Penetapan Nilai Hematokrit

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.

Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat dipercaya di antara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Dapat dipergunakan sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia.

Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu :
  1. Metode makrohematokrit
    Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.
  2. Metode mikrohematokrit
    Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.
    Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.
Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain waktunya cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.


Nilai Rujukan
  • Dewasa pria : 40 - 52 %
  • Dewasa wanita : 35 - 47 %
  • Bayi baru lahir : 44 - 72 %
  • Anak usia 1 - 3 tahun : 35 - 43 %
  • Anak usia 4 - 5 tahun : 31 - 43 %
  • Anak usia 6-10 tahun : 33 - 45 %

Masalah Klinis
  • Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik, hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), penyakit Hodgkin, limfosarkoma, malignansi organ, mieloma multipel, sirosis hati, malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), fistula lambung atau duodenum, ulkus peptikum, gagal, ginjal kronis, kehamilan, SLE. Pengaruh obat : antineoplastik, antibiotik (kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.
  • Peningkatan kadar : dehidrasi/hipovolemia, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis, diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia serebrum sementara, eklampsia, pembedahan, luka bakar.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Jika sampel darah diambil pada daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena, nilai hematokrit cenderung rendah karena terjadi hemodilusi.
  • Pemasangan tali turniket yang terlalu lama berpotensi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga nilai hematokrit bisa meningkat.
  • Pengambilan darah kapiler : tusukan kurang dalam sehingga volume yang diperoleh sedikit dan darah harus diperas-peras keluar, kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol sehingga darah terencerkan, terjadi bekuan dalam tetes darah karena lambat dalam bekerja.


Selengkapnya klik di sini...

Penetapan Kadar Hemoglobin

Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain metode Sahli, oksihemoglobin atau sianmethhemoglobin.

Metode Sahli tidak dianjurkan karena memiliki kesalahan yang besar, alatnya tidak dapat distandardisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur, seperti sulfhemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin. Dua metode yang lain (oksihemoglobin dan sianmethemoglobin) dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik. Namun, dari dua metode tersebut, metode sianmethemoglobin adalah metode yang dianjurkan oleh International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) sebab selain mudah dilakukan juga mempunyai standar yang stabil dan hampir semua hemoglobin dapat terukur, kecuali sulfhemoglobin.


Dasar Penetapan

Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosit.

Penetapan kadar Hb metode oksihemoglobin didasarkan atas pembentukan oksihemoglobin setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau Ammonium hidroksida. Kadar Hb ditentukan dengan mengukur intensitas warna yang terbentuk secara spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini tidak dipengaruhi oleh kadar bilirubin tetapi standar oksihemoglobin tidak stabil.

Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan sianmethemoglobin yang intensitas warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin yang mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida (KCN). Ferisianida mengubah besi pada hemoglobin dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada panjang gelombang 540 nm.

Selain K3Fe[CN]6 dan KCN, larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi menstabilkan pH dimana rekasi dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.


Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk penetapan kadar hemoglobin (Hb) adalah darah kapiler atau darah EDTA.


Prosedur

Prosedur pemeriksaan yang akan dibicarakan di sini adalah prosedur yang menggunakan metode sianmethemoglobin. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan Drabkin lalu ditambah 20 ul sampel darah. Lakukan pencampuran dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali. Diamkan pada suhu kamar selama 3-5 menit kemudian ukur intensitas warna dengan fotometer pada panjang gelombang 540 nm dengan blanko reagen.

Kadar Hb dapat dibaca pada kurve kalibrasi atau dihitung dengan menggunakan faktor, dimana kadar Hb = serapan x faktor. Kurve kalibrasi dan faktor telah dipersiapkan sebelumnya.


Membuat Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor

Sebelum melakukan penetapan kadar Hb, fotometer harus dikalibrasi dulu atau dihitung faktornya. Untuk keperluan tersebut disiapkan larutan standar Hemisianida (sianmethemoglobin) dan pengenceran larutan tersebut dalam larutan Drabkin. Kadar Hb dari larutan standar dapat dihitung dengan rumus = kadar hemisianida x 0.251 g/dl

Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0 %, sebagai blanko dengan larutan Drabkin. Setelah semua tercampur, biarkan 3-5 menit pada suhu kamar lalu baca serapan (absorbance atau optical density/OD) pada fotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Buatlah kurvenya dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat. Selanjutnya untuk menetapkan kadar Hb pasien tinggal memplotkan pada kurve kalibrasi.

Jika memilih menggunakan perhitungan faktor, maka jumlahkan dulu nilai serapan (= total OD) dan kadar Hb larutan standar (= total kadar) yang telah diencerkan 100, 75, 50, 25 dan 0 %. Faktor (F) = total OD : total kadar
Kadar Hb pasien = OD pasien x F

Fotometer saat ini telah banyak yang dirancang untuk dapat menghitung secara otomatis dimana kadar Hb yang diukur sudah langsung diketahui tanpa kita harus melakukan penghitungan secara manual.


Nilai Rujukan

Dewasa pria : 13.2 - 17.3 g/dl
Perempuan : 11.7 - 15.5 g/dl
Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dl
Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dl
Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dl
Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dl


Masalah Klinis
  • Penurunan kadar : anemia (defisiensi besi, aplastik, hemolitik, dsb), perdarahan hebat, leukemia, kanker (usus besar, usus halus, rektum, hati, tulang, dsb), thalasemia, penyakit ginjal, penyakit Hodgkin, kehamilan, sarkoidosis, kelebihan cairan intra-vena. Pengaruh obat : antibiotik (kloramfenikol [chloromycetin], penisilin, tetrasiklin), aspirin, antineoplastik, doksapram (dopram), derivat hidantoin, vitamin A dosis besar, hidralazin (Apresoline), indometasin (Indocin), inhibitor MAO, primakuin, rifampin, sulfonamid, trimetadion (Tridione)
  • Peningkatan kadar : dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia, daerah dataran tinggi, chronic heart failure (CHF), luka bakar yang parah. Pengaruh obat : gentamisin, metildopa (Aldomet)

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
  • Pengaruh obat (lihat keterangan di atas)
  • Mengambil darah pada tangan atau lengan yang terpasang cairan intra-vena menyebabkan darah terencerkan
  • Memasang turniket terlalu lama (lebih dari 1 menit) menyebabkan hemokonsentrasi
  • Tinggal di dataran tinggi menyebabkan peningkatan kadar Hb
  • Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat hemodilusi

Selengkapnya klik di sini...

Pemantapan Mutu

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan.
  1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
    Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik.
    Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita, pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas media, uji kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.
  2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
    PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.
    PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.
  3. Verifikasi
    Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.
  4. Validasi hasil
    Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang dikeluarkan.
  5. Audit
    Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan audit eksternal.
    Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium, misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan sering terjadi.
    Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah satu bentuk dari audit eksternal.
  6. Pendidikan dan Pelatihan
    Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

Selengkapnya klik di sini...

Tinjauan Mutu Pelayanan Laboratorium Klinik Rumah Sakit

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan semakin meningkat dan sudah mengarah pada spesialisasi dan subspesialisasi. Semakin pesat lajunya pembangunan, semakin besar pula tuntutan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin meningkat. Di lain pihak pelayanan Rumah Sakit yang memadai, baik di bidang diagnostik maupun pengobatan semakin dibutuhkan. Sejalan dengan itu maka pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium klinik Rumah Sakit sangat perlu untuk menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

UU No. 23 / 1992 tentang kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut salah satunya adalah Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK 006.06.3.5.00788 tahun 1995 tentang pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit (termasuk di dalamnya adalah pelayanan laboratorium klinik) untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Berkaitan dengan pengukuran mutu pelayanan kesehatan tersebut, menurut Donabedian ada 3 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur mutu, yaitu :
  1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input dengan mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
  2. Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien / masyarakat ). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.
  3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam seluruh Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Magement, TQM).

Menurut Sulistiyani & Rosidah (2003) konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming, seorang doktor di bidang statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang yang selalu konsisten terhadap kualitas terhadap produk-produk dan layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi serta meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan management berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan produktivitas.

Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium menurut Sianipar (1997) adalah menggunakan konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang mempunyai struktur yang mampu menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran organisasi dalam merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu Terpadu, yaitu kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan service. Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses. Proses adalah transformasi dari input, dengan menggunakan mesin peralatan, perlengkapan metoda dan SDM untuk menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan.


PENINGKATAN MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK

Menurut Pusorowati (2004), mutu pada hakekatnya adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa. Sedangkan mutu pelayanan laboratorium klinik Rumah Sakit diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan laboratorium klinik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.

Upaya peningkatan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan serangkaian kegiatan yang komprehensif dan integral yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan maslah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan laboratorium yang diberikan berdaya guna dan berhasil guna.

Sasaran upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di rumah sakit adalah : meningkatkan kepuasan pelanggan (pasien, dokter dan pemakai jasa laboratorium lainnya), meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan laboratorium, dan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki.

Cakupan kegiatan peningkatan mutu meliputi seluruh kegiatan teknis laboratorium dan kegiatan-kegiatan yang bersifat administrasi, serta manajemen laboratorium. Kegiatan teknis laboratorium meliputi seluruh kegiatan pra-analitik, analitik dan pasca-analitik. Kegiatan yang berkaitan dengan administrasi meliputi pendaftaran pasien / spesimen, pelayanan administrasi keuangan, dan pelayanan hasil pemeriksaan. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial meliputi pemberdayaan sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya adalah penatalaksanaan logistic dan pemberdayaan SDM.

Pendekatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di Instalasi Patologi Klinik adalah :
  1. Pendekatan tidak langsung
    • Program menjaga mutu (quality assurance/quality improvement), seperti pemeriksaan kontrol kualitas (quality control), Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
    • Quality Assesment, seperti akreditasi, ISO 9001:2000
    • Total Quality Managemen (TQM)
    • Pengembangan standar profesi, seperti seminar / kursus / workshop / pelatihan, pendidikan berkelanjutan. Program ini dilakukan baik untuk Pranata Laboratorium maupun tenaga administrasi.
    • Risk management, misalnya penanganan komplain dari pelanggan.
    • Program-program khusus, misalnya mengukur kepuasan pelanggan melalui pemberian kuesioner.
  2. Pendekatan pemecahan masalah
    Pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan masalah. Masalah akan timbul apabila :
    • Terdapat penyimpangan antara hasil yang dicapai (output) dengan standar yang adab.
    • Terdapat ketidakpuasan akan penyimpangan tersebut.
      Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) atau dengan program Problem Solving for a Better Hospital (PSBH) yang tengah digalakkan oleh Manajemen Rumah Sakit. Pendekatan kegiatan PSBH mirip dengan GKM.

Bahan Bacaan :
  1. Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  2. Lewandrovsky, Kent, 2002, Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical Corellations, Lippincot William & Wilkins, Philadelphia, USA.
  3. Mulyadi, Bagus, et. al., 2001, Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Worl Health Organization – Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  4. Nawawi, H. Hadari, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan ke-3, Gama Press, Yogyakarta.
  5. Pusorowati, Nunuk, 2004, Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Clinical Epidemiology and Biostatistics Unit, RS Dr. Sardjito/FK-UGM, Yogyakarta.
  6. Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Selengkapnya klik di sini...

Protein C-reaktif

Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya uji laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar normalnya.

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial.
CRP juga meningkat pada kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oral.

Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah, transplantasi organ, atau luka bakar sebagai sistem deteksi dini untuk kemungkinan infeksi.

High sensitive-CRP (hs-CRP)

Uji ini dapat mendeteksi inflamasi yang terjadi akibat pembentukan plak aterosklerotik pada pembuluh arteri koroner. hsCRP merupakan uji laboratorium yang sangat sensitif untuk resiko penyakit kardiovaskuler. Uji ini sering dilakukan bersama-sama dengan tes profil lipid (kolesterol, trigliserid, HDL, LDL). Nilai hsCRP positif jauh lebih rendah daripada nilai standar CRP serum sehingga uji ini menjadi lebih berguna dalam mendeteksi risiko penyakit jantung koroner (coronary heart disease, CHD), stroke, dan penyakit arteri perifer.

American Heart Association dan US Centers for Disease Control and Prevention telah menetapkan kelompok risiko sebagai berikut:
  • Risiko rendah : kurang dari 1,0 mg / L
  • Risiko rata-rata : 1,0-3,0 mg / L
  • Risiko tinggi : di atas 3,0 mg / L
Nilai-nilai tersebut hanya merupakan bagian dari proses evaluasi untuk penyakit kardiovaskuler.Tambahan faktor-faktor risiko yang perlu dipertimbangkan adalah peningkatan kadar kolesterol, LDL, trigliserida, dan glukosa. Selain itu, merokok, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan diabetes juga meningkatkan tingkat risiko.


Prosedur

Tes CRP dapat dilakukan secara manual menggunakan metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju, misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex. Titer CRP adalah pengenceran tertinggi yang masih terjadi aglutinasi.

Tes sandwich imunometri dilakukan dengan mengukur intensitas warna menggunakan Nycocard Reader. Berturut-turut sampel (serum, plasma, whole blood) dan konjugat diteteskan pada membran tes yang dilapisi antibodi mononklonal spesifik CRP. CRP dalam sampel tangkap oleh antibodi yang terikat pada konjugat gold colloidal particle. Konjugat bebas dicuci dengan larutan pencuci (washing solution). Jika terdapat CRP dalam sampel pada level patologis, maka akan terbentuk warna merah-coklat pada area tes dengan intensitas warna yang proporsional terhadap kadar. Intensitas warna diukur secara kuantitatif menggunakan NycoCard reader II.

Nilai rujukan normal CRP dengan metode sandwich imunometri adalah < 5 mg/L. Nilai rujukan ini tentu akan berbeda di setiap laboratorium tergantung reagen dan metode yang digunakan.
Selengkapnya klik di sini...

Hitung Jenis Lekosit

Hitung jenis lekosit (HJL) atau differential cell count merupakan bagian dari tes darah lengkap (full blood count), terdiri dari lima macam lekosit, yaitu : netrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hitung jenis lekosit dinyatakan dalam persen atau /mmk (jumlah absolut). Hasil hitung jenis lekosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit.

Netofil

Sel ini yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi sel darah putih dan lebih cepat merespons adanya infeksi dan cedera jaringan daripada jenis sel darah putih lainnya. Selama infeksi akut, netrofil berada paling depan di garis pertahanan tubuh. Netrofil yang beredar di darah tepi terbanyak adalah segmen, yaitu netrofil yang matur. Batang atau stab adalah netrofil imatur yang dapat bermultiplikasi dengan cepat selama infeksi akut.

Dalam keadaan normal, jumlah netrofil berkisar antara 50-65 % atau 2.5-6.5 x10^3/mmk.
Peningkatan jumlah netrofil (disebut netrofilia) dijumpai pada infeksi akut (lokal dan sistemik), radang atau inflamasi (reumatoid arthritis, gout, pneumonia), kerusakan jaringan (infark miokard akut, luka bakar, cedera tabrakan, pembedahan), penyakit Hodgkin, leukemia mielositik, hemolytic disease of newborn (HDN), kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis akut, pengaruh obat (epinefrin, digitalis, heparin, sulfonamide, litium, kortison, ACTH)
Penurunan jumlah netrofil (disebut netropenia) dijumpai pada penyakit virus, leukemia (limfositik dan monositik), agranolositosis, anemia defisiensi besi (ADB), anemia aplastik, pengaruh obat (antibiotic, agen imunosupresif).


Limfosit

Limfosit berperan penting dalam respons imun sebagai limfosit T dan limfosit B. Dalam keadaan normal, jumlah limfosit berkisar 25-35 % atau 1.7-3.5 x10^3/mmk. Jumlah limfosit meningkat (disebut limfositosis) terjadi pada infeksi kronis dan virus. Limfositosis berat umumnya disebabkan karena leukemia limfositik kronik. Limfosit mengalami penurunan jumlah (disebut leukopenia) selama terjadi sekresi hormon adenokortikal atau pemberian terapi steroid yang berlebihan.

Peningkatan jumlah limfosit dijumpai pada leukemia limfositik, infeksi virus (mononucleosis infeksiosa, hepatitis, parotitis, rubella, pneumonia virus, myeloma multiple, hipofungsi adrenokortikal.

Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada kanker, leukemia, hiperfungsi adrenokortikal, agranulositosis, anemia aplastik, sklerosis multiple, gagal ginjal, sindrom nefrotik, SLE.


Monosit

Monosit adalah baris pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri dan benda asing. Sel ini lebih kuat daripada netrofil dan dapat mengonsumsi partikel debris yang lebih besar. Monosit berespons lambat selama fase infeksi akut dan proses inflamasi, dan terus berfungsi selama fase kronis dari fagosit.

Dalam keadaan normal, jumlah monosit berkisar antara 4-6 % atau 0.2-0.6 x10^3/mmk.
Peningkatan jumlah monosit (disebut monositosis) dapat dijumpai pada : penyakit virus (mononucleosis infeksiosa, parotitis, herpes zoster), penyakit parasitic (demam bintik Rocky Mountain, toksoplasmosis, bruselosis), leukemia monositik, kanker, anemia (sel sabit, hemolitik), SLE, arthritis rheumatoid, colitis ulseratif.
Penurunan jumlah monosit dapat dijumpai pada leukemia limfositik, anemia aplastik.


Eosinofil

Jumlah eosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan dengan peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal selama stress maupun yang diberikan per oral atau injeksi, jumlah eosinofil mengalami penurunan.

Jumlah eosinofil pada kondisi normal berkisar antara 1-3 % atau 0.1-0.3 x10^3/mmk. Peningkatan jumlah eosinofil (disebur eosinofilia) dapat dijumpai pada alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang, ovarium, testis, otak), feblitis, tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal (gagal ginjal, sindrom nefrotik).

Penurunan jumlah eosinofil dapat dijumpai pada stress, luka bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal.


Basofil

Dalam keadaan normal, basofil dijumpai dalam kisaran 0.4-1 % atau 0.04-0.1 x 10^3/mmk. Peningkatan jumlah basofil (disebut basofilia) dapat dijumpai pada proses inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau inflamasi, anemia hemolitik didapat.

Penurunan jumlah dapat dijumpai pada stress, reaksi hipersensitivitas, kehamilan, hipertiroidisme.



Prosedur


Buat sediaan apus darah kemudian diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis lekosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung lekosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/mmk.


Bahan bacaan :
  1. Daniela Tagliasacchi and Giorgio Carboni, Let's Observe The Blood Cells, 1997 on Fun Science Gallery.
  2. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
  3. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta, 2007.
  4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta, 1995.
  5. R. Gandasoebrata, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung, 1992.
  6. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

Selengkapnya klik di sini...

Hitung Lekosit

Lekosit adalah bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing. Darah tepi orang dewasa mengandung lekosit yang jumlahnya berkisar antara 4.5-11.0 x10^3 sel/mmk. Pada neonates (bayi baru lahir) jumlahnya mencapai 10.0-26.0 x10^3/mmk, anak 1 umur tahun 6.0-18.0 x10^3/mmk, anak umur 4-7 tahun 5.0-15.0 x10^3/mmk dan anak umur 8-12 tahun 4.5-13.5 x10^3/mmk. Peningkatan jumlah lekosit di atas normal disebut lekositosis, sedangkan penurunan jumlah lekosit di bawah normal disebut lekopenia.

Indikasi hitung lekosit adalah : 1) tes rutin sebagai bagian dari tes darah lengkap (full blood count), 2) untuk menentukan lekositosis (misalnya pada infeksi, inflamasi, anemia, leukemia) atau leukopenia (misalnya pada depresi sumsum tulang, iradiasi, toksik karena obat anti kanker, malnutrisi, infeksi virus), 3) pemantauan pengobatan.

Metode pemeriksaan ada dua, yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual. Saat ini sudah banyak laboratorium yang menggunakan cara elektronik. Tetapi banyak juga yang masih menggunakan cara manual. Cara manual masih tetap dapat diandalkan asal dilakukan dengan teliti.


Prosedur

Hitung lekosit manual, sampel darah diencerkan dengan larutan TURK yang mengandung asam lemah (asam asetat glasial) sehingga sel-sel eritrosit hemolisis dan lekosit menjadi lebih mudah dihitung. Pengenceran yang digunakan biasanya 10x atau 20x. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet lekosit atau tabung. Di bawah ini adalah contoh pengenceran menggunakan pipet lekosit dan tabung dengan pengenceran sebesar 20x.
  • Pengenceran dengan pipet lekosit : darah diisap sampai angka 0.5, lalu diisap reagen sampai angka 11. Kocok pipet beberapa kali lalu diamkan selama 3 menit. Buang 3-4 tetes pertama, tetes selanjutnya masukkan ke dalam bilik hitung.
  • Pengenceran dengan tabung : darah dipipet 10 ul lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan 190 ul reagen, campur baik-baik. (Cara lain : pipetkan ke dalam tabung 200 ul reagen lalu kurangi 10 ul sehingga tinggal 190 ul. Selanjutnya tambahkan 10 ul sampel darah)
Pipet larutan sampel dan masukkan ke dalam bilik hitung.

Lekosit dihitung dalam bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah. Penghitungan dilakukan di dalam 4 kotak besar. Jumlah lekosit/mmk darah dihitung dengan rumus : (N/0.4) x 20 atau N x 50, dimana N=jumlah sel lekosit yang ditemukan, 0.4=volume bilik hitung, dan 20=pengenceran.


Koreksi Jumlah Lekosit

Jika darah tepi mengandung banyak eritrosit berinti (nucleated red blood cells, NRBCs) atau eritroblast, yaitu eritrosit yang masih muda (misalnya pada anemia hemolitik), maka sel-sel tersebut akan turut diperhitungkan seperti lekosit. Hal ini karena inti dari eritroblast tidak bisa dilisiskan oleh larutan pengencer.

Koreksi dapat dilakukan dengan memeriksa apusan darah untuk dilakukan hitung differensial lekosit, kemudian persentase jumlah eritrosit berinti dicatat. Koreksi jumlah lekosit dilakukan jika dijumpai NRBC sebanyak 10% atau lebih. Perhitungannya adalah :

Lekosit terkoreksi = ( 100 x AL ) : ( 100 + N )

dimana, AL = hitung lekosit, dan N = jumlah NRBCs yang ditemukan.

Jika jumlah NRBCs yang ditemukan kurang dari 10%, maka tidak perlu dilakukan koreksi jumlah lekosit, cukup dilaporkan saja.


Masalah Klinis


PENINGKATAN JUMLAH : Infeksi akut (pneumonia, tuberkulosis, meningitis, apendisitis, tonsilitis, pielonefritis, peritonitis, pankreatitis, divertikulitis, septikemia, demam rematik), leukemia, nekrosis jaringan (infark miokardial, sirosis hati, luka bakar, kanker organ, emfisema, ulkus peptikum), penyakiy kolagen, anemia hemolitik dan sel sabit, penyakit parasitik, stress (pembedahn, demam, kekacauan emosional yang berlangsung lama). Pengaruh Obat : Aspirin, heparin, digitalis, epinefrin, lithium, histamin, antibiotik (ampisilin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetrasiklin, vankomisin, streptomisin), senyawa emas, prokainamid, triamteren, alopurinol, kalium iodida, derivat didantoin, sulfonamid.

PENURUNAN JUMLAH : Penyakit hematopoetik (anemia aplastik, anameia pernisiosa, hipersplenisme, penyakit Gaucher), infeksi virus, malaria, agranulositosis, alkoholisme, SLE, artritis rheumatoid. Pengaruh Obat : Antibiotik (penisilin, sefalotin, kloramfenikol), asetaminofen, sulfonamid, propiltiourasil, barbiturat, agen kemoterapi kanker, diazepam, diuretik, klordiazepoksid, agen hipoglikemik oral, indometasin, metildopa, rifampin, fenotiazin.


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
1. Obat yang dapat meningkatkan atau menurunkan jumlah lekosit
2. Waktu sampling; jumlah lekosit lebih rendah di pagi hari daripada siang hari.
3. Usia; anak memiliki jumlah lekosit yang lebih tinggi, terutama usia 5 tahun pertama.

Selengkapnya klik di sini...

Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan . Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan. Spesimen-antikoagulan harus dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk mencegah pembentukan microclot. Pencampuran yang lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam jenis pemeriksaan tertentu.

EDTA ( ethylenediaminetetraacetic acid, [CH2N(CH2CO2H)2]2 )

Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.

K2EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.

Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson.


Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )

Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.

Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan.

Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.

Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.


Heparin

Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.

Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/- 2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.

Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6 kali dan dicentrifuge 1300-2000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.


Oksalat

  • Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
  • Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa darah stabil.


Selengkapnya klik di sini...

Persiapan Pengambilan Spesimen

Pengambilan spesimen merupakan salah satu dari serangkaian proses yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksan laboratorium. Supaya spesimen memenuhi syarat untuk diperiksa, maka proses pengambilan spesimen harus dilakukan dengan mengikuti kaidah yang benar. Spesimen yang memenuhi syarat adalah : jenisnya sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan, volumenya mencukupi untuk tiap jenis pemeriksaan, kondisinya layak untuk diperiksa (segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, steril, tidak menggumpal), antikoagulan yang digunakan sesuai, dan ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat.

Sebelum melakukan pengambilan spesimen, lakukan persiapan-persiapan seperti berikut ini :
  1. Persiapan pasien. Beritahukan kepada pasien tentang hal-hal apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan pengambilan spesimen.
    • Persiapan secara umum, seperti : puasa selama 8-10 jam sebelum pengambilan spesimen (untuk pemeriksaan glukosa darah puasa, profil lipid, profil besi), tidak melakukan aktifitas fisik yang berat, tidak merokok, tidak minum alkohol, dsb.
    • Jika pasien harus melakukan pengambilan spesimen sendiri (urin, dahak, faeses), jelaskan tata cara pengambilannya. Misalnya : kapan harus diambil, bagaimana menampung spesimen dalam wadah yang disediakan, mencuci tangan sebelum dan setelah mengambil spesimen, membersihkan daerah genital untuk pengambilan sampel urin, dsb.
    • Jika pengambilan spesimen bersifat invasif (misalnya pengambilan sampel darah, cairan pleura, ascites, sumsum tulang, dsb), jelaskan macam tindakan yang akan dilakukan.
  2. Peralatan sampling. Pastikan semua peralatan sampling telah disiapkan sesaat sebelum sampling. Penting untuk diperhatikan bahwa semua peralatan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    • bersih
    • kering
    • tidak mengandung detergent atau bahan kimia
    • terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen
    • steril, apalagi jika spesimen akan diperiksa biakan (kultur) kuman
    • sekali pakai buang (disposable)
    • wadah spesimen tidak retak atau pecah, mudah dibuka atau ditutup rapat, besar/ukurannya sesuai dengan volume spesimen yang diambil.
  3. Antikoagulan
    Antikoagulan adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk mencegah pembekuan darah. Umumnya yang digunakan adalah EDTA (ethylendiamin tetraaceticacid), natrium citrat, heparin dan natrium fosfat. Pemilihan antikoagulan harus sesuai dengan jenis pemeriksaan dan takaran volumenya harus tepat. Mengenai antikoagulan akan dibahas pada postingan yang lain.
  4. Lokasi sampling. Sebelum melakukan sampling, tetapkan lokasi pengambilan sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan.
    • Darah vena umumnya diambil dari vena median cubiti pada daerah lengan di lipatan siku bagian dalam. Vena ini besar, cukup terlihat, paling sedikit sakit dan kecil kemungkinan memarnya.
    • Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis di daerah pergelangan tangan.
    • Darah kapiler diambil dari ujung jari tangan, yaitu jari tengah atau jari manis. Pada bayi diambil pada tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki.
    • Spesimen untuk biakan kuman diambil pada daerah yang sedang infeksi, kecuali darah dan cairan otak.
    • Sumsum tulang orang dewasa diambil pada tulang dada dan crista iliaca anterior dan posterior. Pada anak-anak diambil pada bagian proksimal tibia.
    • Lokasi pengambilan spesimen tidak boleh terdapat luka, hematoma, infeksi, oedema. Untuk pengambilan spesimen darah, selain tidak dilakukan pada tempat-tempat tersebut, juga tidak boleh dilakukan pada daerah dimana darah sedang ditransfusikan dan intravena lines (infus).
Selengkapnya klik di sini...

Hitung Darah Lengkap

Hitung darah lengkap (complete blood count/full blood count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah pasien. Hitung darah lengkap digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak penyakit lainnya.

Sel-sel yang beredar di dalam aliran darah dibagi menjadi tiga jenis: sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit), dan platelet (trombosit). Tinggi atau rendahnya hasil penghitungan mungkin menunjukkan adanya berbagai bentuk kelainan, penyakit atau status kesehatan pasien.

Hitung darah lengkap merupakan tes penyaring terhadap : 1) Kelainan sel darah (anemia, leukemia), 2) Adanya infeksi (bakterial, virus), 3) Kelainan perdarahan. Hitung darah lengkap terdiri dari beberapa panel pemeriksaan, yaitu :

Hitung lekosit / white blood cell count (WBC). Hitung lekosit adalah jumlah lekosit per milimeterkubik atau mikroliter darah.

Hitung jenis lekosit / differential cell count. Hitung jenis lekosit digunbakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis lekosit. Ada lima jenis lekosit, masing-masing dengan fungsi tersendiri dalam melindungi kita dari infeksi. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil.

Hitung eritrosit / red blood cell count (RBC). Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah.

Kadar hemoglobin (Hb). Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen dalam darah.

Hematokrit (Hct/Hmt). Hematokrit adalah persentase eritrosit dalam volume tertentu darah.

Mean corpuscular volume (MCV). MCV adalah ukuran atau volume rata-rata eritroit. MCV meningkat jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik), misalnya pada anemia karena kekurangan vitamin B12. MCV menurun jika eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena kekurangan zat besi.

Mean corpuscular hemoglobin (MCH). MCH adalah jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) cenderung memiliki MCH yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil (mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah.

Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). MCHC adalah perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit. MCHC menurun (hipokromia) dijumpai pada kondisi di mana hemoglobin abnormal diencerkan di dalam eritrosit, seperti pada anemia dan kekurangan zat besi dalam talasemia. Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada kondisi di mana hemoglobin abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada pasien luka bakar dan sferositosis bawan.

Red cell distribution width (RDW). RDW adalah variasi ukuran eritrosit. Dalam beberapa kasus anemia, seperti anemia pernisiosa, variasi dalam ukuran eritrosit (anisositosis) bersama dengan variasi dalam bentuk (poikilositosis) menyebabkan peningkatan RDW.

Hitung trombosit / platelet count. Hitung trombosit adalah jumlah trombosit/platelet per milimeterkubik atau mikroliter darah.

Mean platelet volume (MPV). MPV adalah ukuran rata-rata trombosit/platelet. Trombosit baru lebih besar, dan peningkatan MPV terjadi ketika terjadi peningkatan jumlah platelet yang sedang diproduksi. Sebaliknya, penurunan MPV merupakan indikasi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).

Platelet distribution width (PDW). Seperti halnya RDW, PDW merupakan indikasi variasi ukuran trombosit yang dapat menjadi tanda pelepasan platelet aktif.

Pemeriksaan darah lengkap umumnya telah menggunakan mesin penghitung otomatis (hematology analyzer). Pemeriksaan dengan mesin penghitung otomatis dapat memberikan hasil yang cepat. Namun, analyzer memiliki keterbatasan ketika terdapat sel yang abnormal, misalnya banyak dijumpainya sel-sel yang belum matang pada leukemia, infeksi bakterial, sepsis, dsb. Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga analyzer tidak mampu menghitungnya. Pada keadaan seperti ini, pemeriksaan manual sangat diperlukan.

Keuntungan dari penghitungan manual adalah bahwa mesin penghitung otomatis tidak dapat diandalkan dalam menghitung sel abnormal. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan manual terhadap apusan darah. Pemeriksaan secara mikroskopik akan memberikan informasi mengenai lekosit-lekosit yang abnormal dan variasi bentuk eritrosit. Pemeriksaan manual juga dapat memberikan informasi mengenai adanya jenis sel lain yang biasanya tidak dijumpai dalam darah tepi, misalnya sel plasma. Selain itu, adanya trombosit yang menggerombol (clumps) yang menyebabkan rendahnya jumlah trombosit pada pemeriksaan otomatis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan apusan darah.

Dalam kasus jumlah sel yang sangat tinggi dimana analyzer tidak mampu menghitungnya, maka pemeriksaan manual menjadi pilihan untuk dilakukan. Pada pemeriksaan secara manual ini darah diencerkan dulu dengan tingkat pengenceran yang lebih tinggi.

Selengkapnya klik di sini...

Pentingnya Pengumpulan Spesimen

Pengumpulan spesimen merupakan tahapan yang penting dalam menentukan baik-buruk atau valid-tidaknya sebuah hasil pemeriksaan laboratorium. Namun, hal ini seringkali tidak menjadi perhatian yang serius di kalangan petugas laboratorium. Apalagi jika proses pengambilan spesimen dilakukan oleh pihak lain, seperti misalnya perawat.

Minimnya informasi mengenai pengaruh sampling terhadap hasil pemeriksaan laboratorium menyebabkan para petugas sampling kurang hati-hati atau bahkan tidak mengikuti prosedur pengambilan spesimen yang benar. Dan kerena itu, seringkali dijumpai komplain dari pengguna jasa laboratorium (misalnya dokter/klinisi) akibat tidak sesuainya hasil pemeriksaan lab dengan kondisi atau penyakit pasien.

Terdapat beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam pengambilan spesimen :

JENIS SPESIMEN. Spesimen yang hendak diambil hendaknya disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Spesimen yang dipergunakan dalam pemeriksaan laboratorium banyak macamnya, yaitu : darah utuh (whole blood), plasma, serum, urine (urine pagi hari, urine sewaktu, urine tampung 24 jam), tinja (faeses), dahak (sputum), cairan otak, cairan ascites, cairan pleura, cairan sendi, nanah (pus), usap (swab) luka, usap tenggorok, usap hidung, usap nasofaring, sumsum tulang, dsb.

VOLUME SPESIMEN. Volume spesimen harus mencukupi untuk tiap jenis pemeriksan.

KONDISI SPESIMEN. Spesimen harus layak untuk diperiksa, yaitu tidak mengalami kerusakan, seperti tidak hemolisis, tidak beku atau mengandung bekuan (jika digunakan untuk pemeriksaan hematologi), tidak berubah warna, segar/tidak kadaluwarsa dan steril (terutama untuk pemeriksaan bakteriologi.

ANTIKOAGULAN. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus sesuai dengan jenis pemeriksaan. Penggunaannya juga harus benar, takarannya harus sesuai.

PERALATAN SAMPLING DAN WADAH SPESIMEN. Peralatan sampling dan wadah spesimen harus memenuhi syarat, yaitu : bersih, kering, tidak mempengaruhi komposisi zat-zat atau material seluler yang ada dalam spesimen, sekali pakai - buang (disposable).

LOKASI PENGAMBILAN SPESIMEN. Spesimen darah umumnya diaspirasi dari vena. Tetapi penting diperhatikan, bahwa tempat aspirasi darah vena harus dipilih pada tempat yang tidak dilalui jalur infus. Pengambilan spesimen darah pada lengan yang terdapat selang infus dapat menyebabkan perubahan pada hasil pemeriksaan.

AKTIVITAS PASIEN. Aktivitas fisik pasien sesaat sebelum dilakukan sampling berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan. Pasien yang melakukan olah raga atau aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan temuan palsu, ini terutama pada pemeriksaan enzim.

WAKTU PENGAMBILAN. Waktu yang terbaik untuk pengambilan sampel adalah pagi hari karena waktu ini adalah yang paling ideal, dimana umumnya nilai normal ditetapkan pada keadaan basal.

PENCATATAN DAN LABELISASI. Formulir permintaan harus mencantumkan informasi berikut : nama pasien, usia, jenis kelamin, nama dokter, nomor identitas, diagnosis/keterangan klinis, tanggal, waktu pengambilan, data khusus lainnya (misalnya informasi obat yang telah diminum pasien) dan jenis pemeriksaan yang diminta. Selain itu wadah spesimen harus ditempeli label yang berisi informasi, minimal nama pasien, nomor identitas dan waktu pengambilan.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium akan dibahas pada postingan-postingan yang lain. Semoga bermanfaat.
Selengkapnya klik di sini...
Selamat datang di blog Laboratorium Kesehatan.

Blog ini didedikasikan untuk para profesional di bidang kesehatan, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat luas yang memiliki perhatian besar terhadap pelayanan laboratorium kesehatan. Blog ini berisi hal-hal yang terkait dengan pelayanan laboratorium.

Tidak ada gading yang tak retak. Tentu masih banyak kekurangan di sana-sini, baik yang terkait dengan isi, penyajian, desain, dan sebagainya. Namun selalu ada harapan semoga Anda menyukai dan bisa mendapatkan banyak manfaat dari blog ini.
Selengkapnya klik di sini...